tugu pepera di pusat kota Merauke
Pada tahun 1817 Inggris mengembalikan kepemilikannya di Indies kepada penguasa sebelumnya, yaitu Belanda, yang kemudian membentuk Pemerintah Maluku yang terdiri dari empat karesidenan, yaitu Ternate, Manado, ambon dan Banda. Sebagian dari New Guinea secara resmi berada di bawah pemerintahan kasultanan Tidore, dan kemudian berada di bawah pemerintah Karesidenan Ternate. Pada tahun 1866 Pemerintah dihapuskan. Sementara karesidenan-karesidenan lain ditempatkan langsung di bawah Gubemur Jenderal, maka wilayah Tidore di New Guinea utara dan barat tetap berada di bawah pemerintahan Karesidenan Ternate.
Ketika pemerintahan kolonial mengambil langkah pertama untuk menegakkan kekuasaannya di New Guinea pada tahun 1898, dua distrik dibentuk, yaitu New Guinea Utara dan Barat/Selatan. Kemudian diputuskan bahwa dua bagian dan New Guinea Barat/Selatan akan dipisah, yang benar-benar terjadi pada tahun 1901. New Guinea Selatan selalu dipertahankan terpisah secara administratif dan kasultanan Tidore, hingga pada tahun 1901 pemenintahan langsung tenhadap wilayah ini secara resmi diserahkan kepada pemenintahan kolonial oleh sultanTidore. Pada tahun 1902 New Guinea Selatan secara administratif bendini sendiri di bawah Asisten Residen dan hal ini berakhir hingga tahun 1913 dan New Guinea Selatan berada di bawah Karesidenan Ambon.
New Guinea Selatan
Kehadiran Belanda di New Guinea Selatan secara nyata banu tenjadi pada tahun 1891, diawali oleh keluhan yang diajukan pemerintah Inggris sehubungan dengan ekspedisi penburuan kepaLa oleh suku Manind di wilayah Inggris dekat Danu. Untuk mencoba mengendalikan ekspedisi itu Belanda mengmnimkan patroli kapal beberapa kali ke pantai selatan. Pada tahun 1892 bahkan dicoba untuk mendinikan sebuah camp yang terdini atas 10 polisi dan 10 narapidana di Selenika, akan tetapi dalam dua minggu kelompok tersebut diserang dan harus diselamatkan.
Dalam perjanjian Den Haag, yang diadakan pada tahun 1895, secana resmi ganis batas sebelah timur dad New Guinea Selatan milik Belanda ditetapkan pada 141° 1’47.9” sampai bengkokan sungai Fly dan kemudian sepanjang meridian 141°. Bagaimanapun juga “batas resmi’ tidak dapat menghentikan serbuan para pengayau dan beberapa kali Inggris membuat ekspedisi ke New Guinea Selatan milik Belanda untuk mengambil tindakan atas suku Marind. Pada tahun 1901, suatu serangan oleh Tugere pada wilayah Inggnis, menghasilkan kesepakatan antara Inggris dan Belanda tentang kebutuhan untuk mengontrol suku Tugere dan pada awal tahun 1902 dalam Keputusan Pemerintahan No. 26 ditetapkan untuk menempatkan satu gamisun tentara di dekat perbatasan.
Kota Merauke
Pada tanggal 12 Februari 1902 kapal uap “van Goens” tiba di sungai Maro, membawa Asisten Residen van Kroessen. Sebelumnya kapal uap “van Swoll” dan “Nias” telah tiba Iebih dulu. Tanggal 13 Februan 1902, pos pemerintahan mulai dibangun dan pada tanggal 14 Februari 1902, bendena Belanda dikibarkan di pos tersebut. Tempat ini dipilih karena merupakan sebuah lokasi yang baik untuk mendinkan sebuah dermaga dan ada cukup banyak air.
Pastor Vertenten menceritakan panjang lebar cerita tentang pertemuan pertama antara suku Marind dan orang Belanda
Pertama-tama para pengayau sangat takut ketika melihat kapal dan orang asing tiba, namun juga sangat ingin tahu. Mereka mendayung ke “bangunan mengambang” yang tidak didayung dan bergerak dengan kecepatan tinggi sambil meniupkangumpalan asap tebaL
Di sana mereka melihat orang asing yang berpakaian dan sebuah bendera yang telah mereka lihat dan jauh, sebuah noda merah, semerah cairan buah pinang. Dengan hati-hati mereka mendekati sambil berkata “Kay a, Kay a, Kay a” yang berarti, “Kami datang sebagai teman”. Qrang-orang yang berada di kapal besar tersebut sangat ramah dan menjawabnya dalam bahasa Melayu “Kwe, orang Kaya Kaya”. Mereka tidak nemahami bahasa kami namun mereka menanggapi dengan baik dengan memberikan panggilan damai. Para pendatang menunjuk sungai Maro dan orang Marind berkata “Maro-ka” yang berarti “ini Maro”. Inilah awal nama Maroke, yang kernudian menjadi Menauke.. Penduduk pnibumi tidak pernah menyebut lokasi penempatan pertama ini sebagai Merauke, mereka mengatakan Ermasu.
Pertama-tama penduduk pribumi bersikap bersahabat namun setelah beberapa han mereka menjadi berani dan mencuri apapun serta membunuh siapapun yang keluar dan lokasi penjagaan. Pada akhir bulan Februani, orang Belanda harus memakai kawat berduri untuk melindungi pemukimannya. Pada tanggal 26 Februani 1902 sekitar 2000 penduduk dan beberapa desa menyerang pemukiman Belanda; ada banyak kerugian di sist masyarakat pnibumi namun tidak ada orang Eropa yang terbunuh.
Pastor Vertenten meneenitakan apa yang diingat oleh masyarakat pribumi tentang serangan itu.
“Ketika penduduk kulit putih tidak kembali ke asal meneka, kami merasa bahwa kebebasan kami telah hilang. Para pria dan beberapa desa menyelenggarakan pertemuan dan keputusannya jelas. Orang asing harus meninggalkan negeri ini. Pada tengah malam kami menyerang dengan banyak orang. Tiba-tiba kami merasakan sesuatu yang tidak kami ketahui (kemudian baru kami tahu itu adalah kawat berduni). Orang kulit putih melihat kami dan secara neflek kami menjatuhkan din pada perut kami dan kami rnerangkak kembali ke dalam semak dan belukar. Kami menenjang segala hal yang menintangi kami dan hiasan telinga dan sayap hidung karni. Kami mendengar peluru-peluru betenbangan di atas kepala kami. Banyak orang terbunuh.”
Akhir tahun 1920 dihabiskan untuk mengokohkan kota Merauke. Karena Merauke berada langsung di bawah kontrol pemenintahan, maka Gubernur Jenderal meminta ijin untuk meLakukan perdagangan dan pemerintahan kolonial mengijinkan pungutan pajak, tetapi pertanian dan pertambangan dilarang. Ada pembicaraan dengan pemenintah Inggnis tentang kemungkinan membentuk ekspedisi gabungan Belanda— Inggnis untuk memerangi Tugere agar dapat menghentikan perburuan kepala, namun tidak pemah disetujui. Pada akhir tahun 1902 angkatan bersenjata mulai memetakan pantai selatan .sebagai langkah awal sebuah ekspedisi militer.
peta kota Merauke
Tidak ada komentar:
Posting Komentar