Selasa, 14 Juni 2011

Boven digoel Kota Bersejarah

Sejarah mencatat Boven Digoel (kemudian disebut Boven Digul) sebagai bagian
integral dalam lintasan sejarah Kemerdekaan Bangsa Indonesia. Di tempat itu
banyak bukti sejarah yang terdiam kaku tak terawat. Padahal, benda-benda
bernilai historis itu merupakan alat bukti, bahkan bisa dijadikan bahan
pelajaran sejarah perjuangan pendiri bangsa ini bagi generasi sekarang.

Sejarah mencatat pula, pada zaman Belanda, Digul merupakan tempat yang
menakutkan, jauh terisolasi di tengah lebatnya hutan belantara. Mengerikan.
Bukan hanya karena alamnya demikian keras, namun juga ada siksaan kaum
kolonialis, ada tangisan kesedihan, kegeraman dan kertakan gigi, bahkan
darah yang tertumpah untuk sebuah perjuangan membebaskan diri dari belenggu kolonialis.

Kini, Boven Digul bukanlah Digul yang dulu. Saat ini Digul telah menjadi
kabupaten baru yang disebut Kabupaten Boven Digul.

Bila ditilik sejarahnya, sesungguhnya ada hal yang terlupakan. Nusantara ini
seharusnya dihitung dari Sabang di ujung barat, hingga Boven Digul di ujung
timur, sebagai bingkai Negara Kesatuan RI.

Melalui catatan sejarah itulah kita diingatkan bingkai Negara Kesatuan RI
sudah saatnya diperlebar hingga ke Boven Digul, sehingga tempat itu tidak
boleh dilupakan.


Kota Sejarah

Kabupaten Boven Digul dibentuk dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
26 Tahun 2002, hasil pemekaran dari Kabupaten Merauke, bersamaan dengan
sejumlah kabupaten lain di bagian selatan Pulau Cenderawasih, yakni
Kabupaten Asmat dan Kabupaten Mappi. Kabupaten Boven Digul tercatat sebagai
salah satu kabupaten di wilayah Perbatasan RI - Papua Nugini, dengan ibu
kotanya di Tanah Merah.

Kabupaten Boven Digul, terdiri atas Distrik Kouh, Distrik Waropko, Distrik
Mindiptana, Distrik Jair, dan Distrik Mandobo, yang akan bertambah dengan
sejumlah distrik karena pemekaran. Wilayah itu juga terdiri atas 88 kampung,
namun juga akan ada penambahan seiring kebutuhan dan perkembangan
kemasyarakatan dan perencanaan Tata Pemerintahan dan Pembangunan.

Sesuai dengan UU No 26 Tahun 2002, disebutkan kabupaten ini mempunyai batas
wilayah. Sebelah utara berbatasan dengan Distrik Suator Kabupaten Asmat, dan
Distrik Oksibil Kabupaten Pegunungan Bintang. Sebelah timur berbatasan
dengan Negara Papua Nugini. Sebelah selatan berbatasan dengan Distrik Muting
dan Distrik Okaba Kabupaten Merauke. Sebelah Barat berbatasan dengan Distrik
Edera, Distrik Obaa, dan Distrik Citak Mitak Kabupaten Mappi.

Semasa penjajahan Belanda, Kabupaten Boven Digul, yang dahulu dikenal dengan
sebutan Digul Atas, merupakan lokasi pengasingan tokoh-tokoh pejuang
kemerdekaan Indonesia. Digul Atas, terletak di tepi Sungai Digul Hilir,
Tanah Papua bagian selatan.

Dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid 4, disebutkan Boven Digoel
dipersiapkan dengan tergesa-gesa oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk
menampung tawanan "pemberontakan November 1926". Boven Digul kemudian
digunakan pula sebagai tempat pembuangan pemimpin-pemimpin pergerakan
nasional. Jumlah tawanannya tercatat 1.308 orang.

Tokoh-tokoh pergerakan nasional yang pernah dibuang ke sana antara lain
Sayuti Melik (1927-1938), Mohammad Hatta (1935-1936), Muchtar Lutffi, Ilyas
Yacub (tokoh Permi dan PSII Minangkabau).

Luas Boven Digul sekitar 10.000 hektare. Daerah itu berawa-rawa, berhutan
lebat, dan sama sekali terasing. Hubungan ke daerah lain sulit, kecuali
melalui laut. Berbagai suku Irian (Papua) yang masih primitif berdiam di
sepanjang tepian sungai.

Karena belum tersedia sarana kesehatan, penyakit menular sering berjangkit.
Penyakit malaria membawa banyak korban dengan serangan demam dan kencing
hitam. Sebagai contoh, Ali Arkham meninggal dunia karena penyakit ini.

Tempat pembuangan pejuang kemerdekaan itu terbagi atas beberapa bagian,
yakni Tanah Merah, Gunung Arang (tempat penyimpanan batu bara), zone militer
yang juga menjadi tempat petugas pemerintah), dan Tanah Tinggi. Sewaktu
rombongan pertama datang, Digul sama sekali belum merupakan daerah
permukiman.

Rombongan pertama sebanyak 1.300 orang, sebagian besar dari Pulau Jawa,
diberangkatkan pada Januari 1927. Dan akhir Maret 1927 menyusul rombongan
yang lain dari Sumatera, jumlahnya ratusan orang. Mula-mula mereka
ditempatkan di Tanah Merah. Dua tahun kemudian, melalui seleksi ketat,
sebagian dipindahkan ke Tanah Tinggi.

Pada tahun-tahun pertama, ratusan orang meninggal karena kelaparan dan sakit
Penderitaan itu menyebabkan banyak orang buangan mencoba melarikan diri ke
Australia. Mereka menggunakan perahu-perahu kecil buatan sendiri, tetapi
sedikit saja yang berhasil. Sebagian terpaksa kembali, lainnya mati
tenggelam. Selain itu, muara sungai dijaga kapal Belanda, sementara orang
Irian, ketika itu menunjukkan sikap tak bersahabat.

Pada waktu Perang Pasifik meletus dan Jepang menduduki Indonesia, tawanan
Boven Digul diungsikan oleh Belanda ke Australia. Pemindahan itu didasari
kekhawatiran tahanan akan memberontak jika tetap di Boven Digul. Diharapkan,
orang-orang Indonesia yang dibawa ke Australia akan membantu Belanda.
Ternyata, tahanan politik itu mempengaruhi serikat buruh Australia untuk
memboikot kapal-kapal Belanda yang mendarat di Benua Kanguru. Nantinya
setelah Sekutu berhasil memperoleh kemenangan, tawanan itu dikembalikan ke
tempat asalnya di Indonesia.

Monumen

Di kabupaten itu ada sejumlah peninggalan Pemerintah Belanda dan juga para
tawanan politik ketika itu. Di antaranya rumah sakit Belanda, rumah para
bestuur (pengurus), penjara bawah tanah, dan makam tawanan. Untuk untuk
mengenang kaum Digulist di kabupaten itu didirikan monumen yang dikenal
dengan nama Digul Dalam Tembaga di Taman Makam Pahlawan di Ujung B Desa
Sokanggo Distrik Mandobo.

Sayangnya, kata Bupati Boven Digul Yusak Yaluwo, SH, MSi,
peninggalan-peninggalan semasa Pemerintahan Hindia Belanda itu, saat ini tak
terawat. Peninggalan-peninggalan itu tidak mendapat perhatian dari
pemerintah pusat maupun provinsi dan kabupaten sebelumnya. Padahal, konsep
pendirian bangsa ini sedikitnya pernah tercetus dari Boven Digul, yang
merupakan penyatuan ribuan nusa menuju Indo- nesia Raya.

Ketiadaan perhatian terhadap peninggalan sejarah itu menimbulkan
kekhawatiran, dalam waktu yang relatif singkat Bangsa Indonesia akan
kehilangan sejumlah bukti sejarah perjuangan kemerdekaan, yakni lenyapnya
bangunan bersejarah di Tanah Merah di sisi Sungai Digul. Abrasi sungai
selebar 500 meter itu menjadi ancaman serius. Makam para tawanan lainnya
dikhawatirkan akan hilang lenyap, tanpa pernah tersentuh perawatan. Padahal,
sejarah mencatat, para tahanan di daerah itu mempunyai kontribusi "memajukan
penduduk setempat, mulai dari memperkenalkan cara bercocok tanam modern,
perdagangan sederhana, hingga membaca dan menulis kepada masyarakat sekitar.













Sejarah Kota Merauke


 tugu pepera di pusat kota Merauke


Pembentukan Pemerintahan Belanda di New Guinea Selatan

Pada tahun 1817 Inggris mengembalikan kepemilikannya di Indies kepada penguasa sebelumnya, yaitu Belanda, yang kemudian membentuk Pemerintah Maluku yang terdiri dari empat karesidenan, yaitu Ternate, Manado, ambon dan Banda. Sebagian dari New Guinea secara resmi berada di bawah pemerintahan kasultanan Tidore, dan kemudian berada di bawah pemerintah Karesidenan Ternate. Pada tahun 1866 Pemerintah dihapuskan. Sementara karesidenan-karesidenan lain ditempatkan langsung di bawah Gubemur Jenderal, maka wilayah Tidore di New Guinea utara dan barat tetap berada di bawah pemerintahan Karesidenan Ternate.

Ketika pemerintahan kolonial mengambil langkah pertama untuk menegakkan kekuasaannya di New Guinea pada tahun 1898, dua distrik dibentuk, yaitu New Guinea Utara dan Barat/Selatan. Kemudian diputuskan bahwa dua bagian dan New Guinea Barat/Selatan akan dipisah, yang benar-benar terjadi pada tahun 1901. New Guinea Selatan selalu dipertahankan terpisah secara administratif dan kasultanan Tidore, hingga pada tahun 1901 pemenintahan langsung tenhadap wilayah ini secara resmi diserahkan kepada pemenintahan kolonial oleh sultanTidore. Pada tahun 1902 New Guinea Selatan secara administratif bendini sendiri di bawah Asisten Residen dan hal ini berakhir hingga tahun 1913 dan New Guinea Selatan berada di bawah Karesidenan Ambon.

New Guinea Selatan

Kehadiran Belanda di New Guinea Selatan secara nyata banu tenjadi pada tahun 1891, diawali oleh keluhan yang diajukan pemerintah Inggris sehubungan dengan ekspedisi penburuan kepaLa oleh suku Manind di wilayah Inggris dekat Danu. Untuk mencoba mengendalikan ekspedisi itu Belanda mengmnimkan patroli kapal beberapa kali ke pantai selatan. Pada tahun 1892 bahkan dicoba untuk mendinikan sebuah camp yang terdini atas 10 polisi dan 10 narapidana di Selenika, akan tetapi dalam dua minggu kelompok tersebut diserang dan harus diselamatkan.

Dalam perjanjian Den Haag, yang diadakan pada tahun 1895, secana resmi ganis batas sebelah timur dad New Guinea Selatan milik Belanda ditetapkan pada 141° 1’47.9” sampai bengkokan sungai Fly dan kemudian sepanjang meridian 141°. Bagaimanapun juga “batas resmi’ tidak dapat menghentikan serbuan para pengayau dan beberapa kali Inggris membuat ekspedisi ke New Guinea Selatan milik Belanda untuk mengambil tindakan atas suku Marind. Pada tahun 1901, suatu serangan oleh Tugere pada wilayah Inggnis, menghasilkan kesepakatan antara Inggris dan Belanda tentang kebutuhan untuk mengontrol suku Tugere dan pada awal tahun 1902 dalam Keputusan Pemerintahan No. 26 ditetapkan untuk menempatkan satu gamisun tentara di dekat perbatasan.

Kota Merauke

Pada tanggal 12 Februari 1902 kapal uap “van Goens” tiba di sungai Maro, membawa Asisten Residen van Kroessen. Sebelumnya kapal uap “van Swoll” dan “Nias” telah tiba Iebih dulu. Tanggal 13 Februan 1902, pos pemerintahan mulai dibangun dan pada tanggal 14 Februari 1902, bendena Belanda dikibarkan di pos tersebut. Tempat ini dipilih karena merupakan sebuah lokasi yang baik untuk mendinkan sebuah dermaga dan ada cukup banyak air.

Pastor Vertenten menceritakan panjang lebar cerita tentang pertemuan pertama antara suku Marind dan orang Belanda

Pertama-tama para pengayau sangat takut ketika melihat kapal dan orang asing tiba, namun juga sangat ingin tahu. Mereka mendayung ke “bangunan mengambang” yang tidak didayung dan bergerak dengan kecepatan tinggi sambil meniupkangumpalan asap tebaL

Di sana mereka melihat orang asing yang berpakaian dan sebuah bendera yang telah mereka lihat dan jauh, sebuah noda merah, semerah cairan buah pinang. Dengan hati-hati mereka mendekati sambil berkata “Kay a, Kay a, Kay a” yang berarti, “Kami datang sebagai teman”. Qrang-orang yang berada di kapal besar tersebut sangat ramah dan menjawabnya dalam bahasa Melayu “Kwe, orang Kaya Kaya”. Mereka tidak nemahami bahasa kami namun mereka menanggapi dengan baik dengan memberikan panggilan damai. Para pendatang menunjuk sungai Maro dan orang Marind berkata “Maro-ka” yang berarti “ini Maro”. Inilah awal nama Maroke, yang kernudian menjadi Menauke.. Penduduk pnibumi tidak pernah menyebut lokasi penempatan pertama ini sebagai Merauke, mereka mengatakan Ermasu.

Pertama-tama penduduk pribumi bersikap bersahabat namun setelah beberapa han mereka menjadi berani dan mencuri apapun serta membunuh siapapun yang keluar dan lokasi penjagaan. Pada akhir bulan Februani, orang Belanda harus memakai kawat berduri untuk melindungi pemukimannya. Pada tanggal 26 Februani 1902 sekitar 2000 penduduk dan beberapa desa menyerang pemukiman Belanda; ada banyak kerugian di sist masyarakat pnibumi namun tidak ada orang Eropa yang terbunuh.


Pastor Vertenten meneenitakan apa yang diingat oleh masyarakat pribumi tentang serangan itu.

“Ketika penduduk kulit putih tidak kembali ke asal meneka, kami merasa bahwa kebebasan kami telah hilang. Para pria dan beberapa desa menyelenggarakan pertemuan dan keputusannya jelas. Orang asing harus meninggalkan negeri ini. Pada tengah malam kami menyerang dengan banyak orang. Tiba-tiba kami merasakan sesuatu yang tidak kami ketahui (kemudian baru kami tahu itu adalah kawat berduni). Orang kulit putih melihat kami dan secara neflek kami menjatuhkan din pada perut kami dan kami rnerangkak kembali ke dalam semak dan belukar. Kami menenjang segala hal yang menintangi kami dan hiasan telinga dan sayap hidung karni. Kami mendengar peluru-peluru betenbangan di atas kepala kami. Banyak orang terbunuh.”

Akhir tahun 1920 dihabiskan untuk mengokohkan kota Merauke. Karena Merauke berada langsung di bawah kontrol pemenintahan, maka Gubernur Jenderal meminta ijin untuk meLakukan perdagangan dan pemerintahan kolonial mengijinkan pungutan pajak, tetapi pertanian dan pertambangan dilarang. Ada pembicaraan dengan pemenintah Inggnis tentang kemungkinan membentuk ekspedisi gabungan Belanda— Inggnis untuk memerangi Tugere agar dapat menghentikan perburuan kepala, namun tidak pemah disetujui. Pada akhir tahun 1902 angkatan bersenjata mulai memetakan pantai selatan .sebagai langkah awal sebuah ekspedisi militer.

peta kota Merauke 

Ragam Potensi Wisata Merauke

Dari Sabang sampai Merauke
Berjajar pulau-pulau
Sambung-menyambung menjadi satu Itulah Indonesia....

Masih ingat lagu yang membanggakan itu? Lagu ciptaan R. Surarjo tersebut sering dinyanyikan tatkala kita duduk di bangku sekolah dulu. Sabang adalah kota di bagian paling Barat wilayah Indonesia, terletak di Pulau We, Nanggroe Aceh Darussalam. Sedangkan Merauke merupakan kota/kabupaten di wilayah paling Timur Indonesia, Provinsi Papua yang berbatasan langsung dengan negara Papua Nugini (PNG).
Beberapa tahun lalu, lagu di atas, khususnya larik pertama, sempat "dikomplain" oleh Bupati Merauke Drs Johanes Gluba Gebze. Menurutnya, waktu terbit matahari di Merauke dua jam lebih awal dibandingkan dengan munculnya sang surya di bagian Barat wilayah Indonesia. Tetapi banyak orang menyebut bentang wilayah RI dari Sabang hingga Merauke, bukan sebaliknya.

Terlepas dari ungkapan tersebut, tentu lebih menyenangkan bila Anda melihat dari dekat kekayaan alam dan pesona Merauke. Mengunjungi Merauke, apalagi dari Jakarta, Anda harus siap menempuh perjalanan panjang dan transit di beberapa bandar udara.
Namun kepenatan itu berakhir ketika pesawat mendarat di Bandar Udara Mopah, Merauke. Lelah dan rasa kantuk akibat kurang tidur langsung lenyap ketika mendapati kamar hotel memiliki penyejuk ruangan. Sesuatu yang tak diduga dan terbayangkan dari awal.

Pikiran bakal tak bisa tidur nyenyak karena khawatir terkena malaria, mulai sirna. Mengingat tingkat kelembaban di Merauke cukup tinggi, berkisar 78-81 persen berdasarkan data di Kantor Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) setempat. Apalagi sekitar 75 persen kawasan Merauke masih diselimuti hutan yang cukup lebat.

Potensi Wisata

Kabupaten Merauke merupakan salah satu dari 29 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Papua, belum termasuk 6 kabupaten baru hasil pemekaran wilayah yang disetujui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) awal Desember lalu.

Bila di sebelah Timur Merauke berbatasan dengan PNG, maka di Utara berhadapan dengan Kabupaten Boven Digul dan Kabupaten Mappi. Sedangkan di bagian Barat dengan Kabupaten Asmat dan di Selatan terbentang Laut Arafura.

Dengan luas wilayah 45.071 kilometer persegi, Kabupaten Merauke memiliki potensi sumber daya alam yang besar. Sementara pariwisata dan budaya merupakan salah satu potensi yang turut mendukung. Sektor pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan merupakan sektor-sektor unggulan dan prospektif.

Secara umum potensi wisata di Merauke dapat dipilah-pilah berdasarkan wisata alam, sejarah, dan budaya. Wisata alam meliputi pantai-pantai di bagian selatan, taman nasional, suaka margasatwa atau cagar alam, dan penangkaran buaya.

Wisata sejarah antara lain melihat Tugu Pepera yang menceritakan kembalinya Irian Barat ke pangkuan RI. Ada juga tugu peringatan masuknya agama Katolik di Merauke. Obyek wisata lainnya Tugu Kembar yang hanya terdapat di Sabang dan Merauke.

Untuk wisata budaya dapat Anda saksikan pada waktu-waktu tertentu atau khusus saat upacara adat atau menyambut tamu negara dan tamu penting yang datang ke Merauke. Di Distrik Kimaam setiap bulan Agustus kabarnya juga diadakan Festival Dambu yang menampilkan tari dan gulat tradisional.

Distrik Kimaam merupakan lokasi terjauh yang dapat dicapai dari Kota Merauke. Setidaknya dibutuhkan waktu 45 menit dengan pesawat perintis atau 12 jam dengan kapal motor. Belum ada rute melalui jalan darat.

Rumah Semut

Topografi Merauke umumnya datar dan berawa di sepanjang pantai. Pantai selatannya dibentuk oleh hutan sedimen, tergolong endapan aluvium. Di beberapa tempat tanahnya mirip tanah rawa seperti lumpur yang berwarna abu-abu. Karena berdataran rendah, jangan berharap Anda melihat gunung di sana.

Pantai yang cukup dikenal Pantai Lampu Satu di Kampung Imbuti, sekitar 4 kilometer dari pusat Kota Merauke. Diberi nama Lampu lantaran di sana ada mercusuar yang tegak berdiri menghadap ke laut. Di pantai dengan hamparan pasir sangat panjang ini, Anda bisa menyaksikan matahari tenggelam (sunset).

Di pantai ini Anda dapat menyaksikan kapal-kapal kayu pencari ikan berlabuh. Lautnya menjadi tempat para nelayan mencari ikan. Beberapa anak kecil asyik bermain pasir dan sebagian bermain sepak bola.

Kondisi serupa juga tampak di Pantai Natsai atau kadang disebut Pantai Wendu karena terletak di Kelurahan Wendu. Berjarak kurang lebih 25 kilometer dari pusat kota, pantai ini bisa dibilang pantai mati. Nyaris tak ada orang dan kegiatan apapun di lokasi ini. Beberapa pondok seadanya yang masih berdiri tampaknya telah lama ditinggal pemiliknya. Di pantai ini ada jajaran pohon nyiur yang melambai-lambai tertiup angin.

Selain pantai, obyek wisata alam yang cukup terkenal dan diminati adalah Taman Nasional (TN) Wasur dan sebagian kecil ke Cagar Alam Kumbe. Para pengunjung biasanya turis dan peneliti yang berasal dari luar Merauke. Jaraknya cukup jauh dari Kota Merauke dan belum ada angkutan umum yang melintas. Kendati dari Kota Merauke jaraknya cuma 15 kilometer, dibutuhkan waktu kira-kira 1 jam untuk mencapai TN Wasur.

Luas TN Wasur 413.810 hektar. Penetapan Wasur sebagai Taman Nasional dikukuhkan lewat Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 448/Menhut-VI/90 tertanggal 6 Maret 1990. Di dalam kawasan TN ini terdapat berbagai jenis fauna dan flora yang termasuk langka dan hanya terdapat di Papua. Beberapa satwa di antaranya adalah Burung Kasuari (Casuarius galeatus), Cenderawasih (Paradisidae), dan Kanguru yang berukuran lebih kecil dibanding kangguru Australia (Marcropus). Dari beberapa jenis kanguru, yang sering ditemui adalah kanguru tanah (Thyloyale brunii).

Sepanjang perjalanan melalui TN Wasur, Anda dapat melihat gundukan-gundukan tanah setinggi 3-5 meter di tepi jalan. Itu adalah rumah-rumah semut yang dibangun selama bertahun-tahun. Penduduk di sana menyebutnya Musamus. Rumah semut ini menjadi simbol semangat bagi masyarakat Merauke.

Tugu Kembar

Obyek wisata sejarah Merauke umumnya berupa monumen atau tugu yang berkaitan dengan peristiwa tertentu, seperti Tugu Pepera yang dibangun pada 17 September 1969 untuk memperingati bersatunya wilayah Irian Barat (sekarang Papua) ke negara Indonesia.

Ada juga tugu peringatan yang berhubungan dengan agama, yaitu 100 tahun masuknya agama Katolik di Merauke (pada 14 Agustus 1905 misionaris Katolik masuk ke Merauke). Sebagian besar warga Merauke beragama Katolik dan Kristen Protestan. Jumlah penduduk diperkirakan mencapai 180.000 jiwa (hasil sensus pada tahun 2005 berjumlah hampir 174.000 orang).

Sewaktu Irian Barat masih dibawah kendali Pemerintah Hindia Belanda, Indonesia menerjunkan sejumlah pasukan untuk merebutnya, termasuk di Merauke yang dipimpin oleh (saat itu) Mayor LB Moerdani (belakangan antara lain menjadi Panglima ABRI). Tepatnya pada 4 Juni 1962. Untuk mengenang peristiwa pendaratan itu dibuatlah Tugu LB Moerdani oleh Pemerintah Daerah Merauke. Obyek wisata ini terletak di Distrik Tanah Miring, kurang lebih 25 kilometer dari Kota Merauke.

Selain itu ada Tugu Sabang-Merauke, tugu kembaran yang hanya terdapat di Sabang dan Merauke. Bentuknya yang sama menggambarkan luas wilayah Indonesia dari Sabang hingga Merauke. Tugu yang masuk ke dalam Distrik Sota ini berjarak sekitar 80 kilometer dari Kota Merauke. Di dekat tugu berdiri pos yang dijaga oleh personil TNI. Tempat yang dulu sepi kini berubah menjadi ramai karena di sekitarnya berjejer warung-warung makanan yang dikelola oleh para pendatang, umumnya berasal dari Pulau Jawa.

Tak jauh dari Tugu Sabang-Merauke, kurang lebih 500 meter, berdiri sebuah tugu yang merupakan garis batas Indonesia dan PNG. Tugu setinggi kira-kira 1,6 meter ini diresmikan pada November 1983. Batas tanda ditetapkan dengan koordinat posisi lintang selatan 8 derajat 25' 45" dan bujur timur 141 derajat 01' 10". Kawasan setelah tugu sebenarnya merupakan daerah tak bertuan (no-man's land) namun sering digunakan pelintas batas sebagai jalan setapak untuk kegiatan ekonomi.

Daging Rusa

Keramaian di Kota Merauke mungkin baru bisa disejajarkan dengan kondisi kota kecamatan di Pulau Jawa. Hampir seluruh kegiatan usaha masyarakat dipusatkan atau berada di sepanjang Jalan Raya Mandala yang panjang, selain di pasar tradisional. Bank, pasar swalayan, toko elektronik, hotel, rumah atau tempat jajanan dapat ditemui di sini. Bahkan gerai-gerai penjual telepon selular dan pulsa mudah dijumpai.

Khusus untuk rumah makan Anda akan sedikit kesulitan menikmati daging sapi atau kerbau. Masakan atau makanan yang menggunakan daging sebagai bahan utamanya sering dihidangkan berupa daging rusa. Harga daging sapi atau kerbau yang lebih tinggi merupakan salah satu penyebab. Namun demikian, bukankah ini menambah pengalaman wisata kuliner Anda?

Beberapa rumah di jalan kecil (sekitarnya) juga dimanfaatkan sebagai sentra kerajinan tangan dan oleh-oleh. Tas, sepatu, ikat pinggang, dan dompet yang dibuat dari kulit satwa, atau dendeng rusa, misalnya. Karena keaslian bahan dan kualitas pembuatan yang baik, seorang teman berniat akan memborong dalam jumlah banyak dan menjualnya kembali di Jakarta dengan harga lebih tinggi.

Ada yang tidak lazim dalam berusaha di sini, sesuatu yang sulit terjadi di daerah lain. Toko dan tempat-tempat usaha nyaris seluruhnya ditutup pada pukul 12-13 dan dibuka kembali pada pukul 17-18 WIT. Dan ini berlaku tiap hari. Tak diketahui dengan pasti sejak kapan dan kenapa ini dilakukan. Begitu juga dengan angkutan umum dalam kota. Tarifnya Rp 2.500 per orang. Tetapi trayeknya bisa berubah mengikuti keinginan sejumlah penumpang ke suatu lokasi di luar jalur utama. Bayangkan kalau ada 1-2 orang lain di dalamnya yang tergesa-gesa namun mesti ikut mengantar.

Jalan di ibu kota kabupaten dan sekitarnya layak dinikmati dan mulus. Barangkali yang patut dibanggakan adalah dipasangnya sebuah jembatan rangka baja sepanjang 565 meter di atas Sungai Maro. Kira-kira 7 kilometer dari pusat kota. Dari atas jembatan ini kita dapat menyaksikan matahari terbit (sunrise) dan terbenam (sunset).

Jembatan ini berperan sangat penting bagi mobilisasi warga, karena menghubungkan beberapa distrik sekaligus seperti Kumbe, Semangga, Jagebob, dan Tanah Miring. Sekadar mengingatkan, di distrik terakhir ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beserta rombongan sempat melakukan panen raya padi musim tanam 2005/2006 di lahan seluas 4.700 hektar.

Tips Perjalanan

Nama Merauke berasal dari ungkapan "Maro ka ehe liki" yang berarti sungai ini bernama Maro. Kebetulan Kota Merauke sendiri terletak di tepi Sungai Maro. Melalui perjalanan waktu sebutan Maroke atau Meroke akhirnya berubah menjadi Merauke.

Hingga kini baru satu maskapai penerbangan nasional yaitu Merpati yang melakukan penerbangan menuju ke Merauke dari Jakarta dan kota-kota tempat transit. Lainnya hanya sampai di Jayapura atau Mimika (Kabupaten Timika). Namun demikian, dari kedua kota itu ada juga penerbangan ke Merauke.

Di luar waktu transit yang berbeda-beda, lama penerbangan dari Jakarta- Merauke kira-kira 7-8 jam. Sebaliknya, dari Merauke-Jakarta bisa lebih cepat sampai karena tidak transit di Biak. Selain dengan pesawat udara, Anda juga dapat menggunakan angkutan kapal laut. Kabarnya, hanya ada satu kali dalam sebulan, itu pun berangkat dari Surabaya. Sedikitnya diperlukan waktu 9 hari tiba di Merauke bila cuaca bersahabat.

Untuk penginapan banyak pilihan hotel yang memadai dengan harga bervariasi. Setidaknya ada 9 hotel yang sebagian besar terletak di Jalan Raya Mandala. Satu hotel milik pemerintah daerah yang terletak di Jalan Trikora sering menjadi pilihan.

Begitu juga untuk urusan perut. Tak sulit mencari tempat makan yang menunya beragam baik masakan Jawa, Cina, Padang atau makanan Indonesia lainnya. Anda juga dapat menyicipi makanan khas Papua seperti sagu sep dan papeda di restoran tertentu.

Anda bisa menyewa kendaraan roda dua atau empat untuk keliling kota Merauke. Angkutan umum biasanya hanya beroperasi di dalam Kota Merauke. Alternatif lain, mengontak agen dan biro perjalanan setempat.

Sumber: Majalah Travel Club

Peta Lokasi :

Map data ©2011 GBRMPA, Google, Tele Atlas, Whereis(R), Sensis Pty Ltd - Terms of Use
Map
Satellite
Hybrid

Salam hangat dari Liburan.Info...

Teman-teman pembaca Liburan.Info di Indonesia dan Seluruh dunia, silakan berbagi peristiwa seputar kehidupan di sekitar anda dan perjalanan-perjalanan anda atau artikel-artikel yang terkait dengan pariwisata di Indonesia dan dunia bahkan tempat-tempat makan yang enak-enak dimanapun anda berada. Kirimkan artikel dan foto anda langsung melalui email:

info@liburan.info atau info@transpotravel.com

Salam Liburan Indonesia..

Minggu, 12 Juni 2011

Obyek Wisata Kota Merauke

A. Selayang Pandang

Papua, pulau yang menyimpan berjuta pesona dan ribuan cerita. Alamnya yang masih perawan dan belum banyak tersentuh tangan manusia membuat pulau ini sering dijadikan sebagai obyek penelitian. Selain itu, pulau ini juga menjadi incaran bagi wisatawan yang gemar berpetualang di alam bebas. Salah satu obyek wisata di Papua yang menarik untuk dikunjungi adalah Taman Nasional Wasur.

Taman Nasional Wasur terletak di sebelah Tenggara Papua dan berbatasan dengan Papua New Guinea. Wasur sebenarnya merupakan nama salah satu desa yang berada di taman tersebut. Mulanya berasal dari kata Waisol yang dalam bahasa Marori berarti kebun. Sebelum ditunjuk sebagai taman nasional, kawasan ini terbagi menjadi dua yaitu Suaka Margasatwa Wasur seluas 206.00 ha dan Cagar Alam Rawa Biru dengan luas 4.000 ha. Pada tahun 1990, Menteri Kehutanan menyatakan bahwa kedua kawasan tersebut merupakam taman nasional. Namun, penunjukan Taman Nasional Wasur sendiri baru dilakukan pada tahun 1997 oleh Menteri Kehutanan dengan luas 413.810 ha, melalui perubahan fungsi Suaka Margasatwa Wasur dan Cagar Alam Rawa Biru.


 Danau Rawa Biru
Sumber Foto: http://www.potlot-adventure.com


Kawasan Taman Nasional Wasur dibagi menjadi dua daerah geografis yaitu dataran pantai dan daerah berbukit yang bergelombang (plato). Titik tertinggi terdapat di daerah Waam dengan tinggi hanya 90 m di atas permukaan laut (dpl). Kawasan ini memiliki iklim musiman (monsoon). Iklim tersebut dicirikan oleh dua musim utama, yaitu musim kering yang terjadi pada bulan Juni sampai November/Desember dan musim basah yang terjadi pada bulan Desember sampai Mei. Curah hujan terkecil 10 mm terjadi pada bulan Juli – November dan terbesar 264 mm pada bulan Januari, dengan suhu udara 22oC – 30oC.

Sekitar 70 persen dari luas kawasan taman nasional berupa savana, sedang lainnya berupa hutan rawa, hutan musim, hutan pantai, hutan bambu, padang rumput dan hutan rawa sagu yang cukup luas. Jenis tumbuhan yang mendominasi hutan di kawasan taman nasional ini antara lain api-api (Avicennia sp.), tancang (Bruguiera sp.), ketapang (Terminalia sp.), dan kayu putih (Melaleuca sp.).

Sedangkan jenis satwa yang umum dijumpai antara lain kanguru pohon (Dendrolagus spadix), kesturi raja (Psittrichus fulgidus), kasuari gelambir (Casuarius casuarius sclateri), cendrawasih kuning besar (Paradisea apoda novaeguineae), cendrawasih raja (Cicinnurus regius rex), dara mahkota/mambruk (Goura cristata), cendrawasih merah (Paradisea rubra), buaya air tawar (Crocodylus novaeguineae), dan buaya air asin (Crocodylus porosus).


B. Keistimewaan

Bagi para peneliti maupun petualang yang menyukai atraksi kehidupan liar, inilah surga yang jarang dicari tandingannya. Berkunjung ke tempat ini akan memberikan pengalaman yang tak pernah terlupakan. Berbagai flora dan fauna eksotik akan Anda temui di sepanjang perjalanan.

Kawasan Taman Nasional Wasur merupakan perwakilan lahan basah yang paling luas di Papua, sebagian besar tergenang air selama 4 – 6 bulan dalam setahun. Lahan basah memegang peranan penting sebagai habitat burung migran. Selain itu, lahan basah merupakan ekosistem yang paling produktif dalam menyediakan makanan dan perlindungan bagi berbagai jenis ikan, udang dan kepiting yang mempunyai nilai ekonomis tinggi.

Jika Anda datang pada bulan September, Anda akan mendapatkan pemandangan yang sangat menakjubkan. Bulan September merupakan peralihan musim kering dan basah. Pada saat itu burung-burung air akan bedatangan untuk mencari makan dan bermain. Pohon bangsia di sekitar Yanggadur dan Danau Rawa Biru juga mulai mengeluarkan bunga uniknya yang berwarna kuning.

Memasuki bulan Oktober dan November, rawa-rawa menjadi lebih kering, tanah mulai pecah-pecah, dan kebakaran semakin sering. Pada saat itu, mamalia seperti kangguru, rusa, dan babi hutan akan mengunjungi rawa-rawa dan sungai berair untuk mencari minum serta berkubang. Hal ini menyebabkan Danau Rawa Biru disebut sebagai “Tanah Air” karena ramainya berbagai kehidupan satwa. Keanekaragaman hayati yang bernilai tinggi itulah yang menyebabkan kawasan ini sering disamakan dengan Serengiti National Park di Tanzania, sehingga kawasan ini juga dikenal sebagai “Serengiti Papua.”

Selain keberadaan Danau Rawa Biru, satu lagi yang unik dari Taman Nasional Wasur adalah keberadaan Musamus atau yang sering di sebut sebagai rumah semut. Musamus merupakan “istana” yang dibangun oleh koloni semut menggunakan bahan dasar tanah, rumput kering, dan air liur sebagai perekatnya. Yang istimewa dari Musamus ini adalah rancangan ventilasinya yang berupa lorong-lorong, sehingga membuat semut terlindungi dari air hujan. Selain itu, lorong-lorong ini juga berfungsi melepas panas ke udara ketika musim panas tiba. Musamus hanya ditemukan di tempat-tempat tertentu di dunia, dan salah satunya ada di Merauke. Oleh karena itu, Musamus dijadikan lambang Kabupaten Merauke.


Musamus atau Sarang Semut di TN Wasur
Sumber Foto: http://welkis.wordpress.com


Bagi Anda yang tidak memiliki banyak waktu untuk menjelajah TN Wasur, Anda dapat mengunjungi Pusat Informasi TN Wasur. Di dalam pusat informasi Wasur tersebut, Anda akan lebih mengenal tentang flora dan fauna khas Merauke dan juga cara hidup masyarakat asli Merauke. Anda juga dapat mengunjungi taman anggrek yang letaknya tidak jauh dari pos penjaga. Di sana Anda dapat melihat dan sekaligus membeli anggrek sebagai kenang-kenangan dari TN Wasur. Anggrek yang terkenal di Wasur adalah jenis anggrek nenas (Dendrobium similiae). Selain taman anggrek, Anda juga dapat mengunjungi penangkaran kangguru.


Kangguru di TN Wasur
Sumber Foto: www.ptfi.com


Setelah menyaksikan atraksi hewan, taman anggrek, penangkaran kangguru, dan Musamus, Anda dapat melakukan aktivitas lainnya seperti berkano, memancing, berenang, ataupun berkuda. Jika Anda ingin berganti suasana, Anda dapat melakukan wisata budaya dengan mengunjungi perkampungan Suku Marin yang terletak di dalam area Taman Nasional Wasur. Di sana Anda dapat menyaksikan kehidupan Suku Marin yang tetap memegang teguh nilai-nilai kearifan lokal dalam pemanfaatan sumber daya alam.


C. Lokasi

Secara administratif Taman Nasional Wasur terletak di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua, Indonesia.

D. Akses

Untuk dapat mencapai Taman Nasional Wasur, para wisatawan yang telah sampai di Jayapura dapat menggunakan pesawat yang melayani penerbangan ke Merauke. Penerbangan ini memakan waktu sekitar 1,5 jam. Sesampainya di Merauke, Anda dapat menggunakan mobil atau motor untuk sampai ke lokasi. Perjalanan ini berkisar 30 – 60 menit melalui jalur trans-Irian (Jayapura-Merauke). Berhubung tidak ada sarana transportasi umum, Anda dapat menyewa mobil dengan tarif Rp60.000,00 per jam (Mei, 2009).

E. Harga Tiket

Untuk memasuki kawasan TN Wasur, Anda dapat melapor terlebih dahulu pada penjaga di pos yang terletak di gerbang depan taman nasional dan membayar Rp. 2.000/orang (Mei 2009). Setelah membayar Anda dapat masuk ke pusat informasi TN Wasur.


Pusat Informasi TN Wasur
Sumber Foto: www.indonesia.travel


F. Akomodasi dan Fasilitas Lainnya

Fasilitas yang tersedia di Taman Nasional Wasur adalah pusat informasi TN Wasur, Wisma Bima Cinta Alam dan pos penjagaan. Bagi Anda yang gemar beraktivitas di alam bebas, TN Wasur telah menyediakan wahana outbound. Setelah puas bermain di TN Wasur, Anda dapat meneruskan perjalanan menuju Sota, yaitu perbatasan RI-PNG, kurang lebih 1 jam perjalanan dari TN Wasur.

Merauke

Kabupaten Merauke adalah salah satu kabupaten di Provinsi Papua, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Merauke. Kabupaten ini adalah kabupaten terluas sekaligus paling timur di Indonesia. Di kabupaten ini terdapat suku Marind Anim.
Kota Merauke terkenal dengan sebutan Kota Rusa dikarenakan dahulu hewan jenis ini banyak sekali ditemukan di kota ini selain binatang-binatang asli Papua lainnya, seperti kangguru merah, burung pelikan dan sebagainya.

Dilihat dari kondisi geografi, sejarah, ekonomi dan budaya, Kota Merauke memiliki beberapa keistimewaan dibandingkan dengan kota-kota lainnya di Pulau Papua. Secara geografi, kota Merauke adalah salah satu kota paling timur di Indonesia, sekaligus berbatasan dengan Negara (Papua Nugini).

Di kota Merauke terdapat sebuah tugu yang merupakan kembaran dari tugu yang terdapat di Sabang, yaitu Tugu Sabang-Merauke. Tugu ini dibangun sebagai simbol Kesatuan Negara Republik Indonesia dari Sabang (Nanggroe Aceh Darussalam) sampai Merauke (Papua). Tugu Sabang-Merauke ini bisa kita jumpai di Distrik Sota, yaitu sebuah daerah yang terletak di sebelah timur kota Merauke. Untuk menuju ke Sota kita bisa menggunakan kendaraan roda empat.

Dari latar belakang sejarah, kota Merauke memiliki keunikan tersendiri. Nama kota ini diambil dari nama sebuah sungai yang melintasi daerah Papua Bagian Selatan, yaitu sungai Maro. Nama kota Merauke terjadi karena kesalahpahaman bahasa antara pendatang (orang-orang Belanda) dan suku Marind (penduduk asli Kabupaten Merauke). Orang-orang Belanda yang melintasi sungai Maro menggunakan kapal uap, menarik perhatian suku Marind. Disinilah terjadi komunikasi antara orang Belanda yang mengira orang Marind bisa menggunakan bahasa Melayu.

Perekonomian di kota Merauke termasuk berkembang. Kapal-kapal yang memuat kebutuhan pokok penduduk Kabupaten Merauke berdatangan dari Pulau Jawa, namun untuk kembali ke Pulau jawa kapal-kapal ini tidak memuat barang muatan. Terjadi juga transaksi dagang antara penduduk Merauke dengan penduduk Negara tetangga PNG yang datang ke daerah kabupaten Merauke (Pelintas Batas) khusus untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari. Masalah Flu Burung yang sering terdengar di media masa Indonesia seperti tidak terlihat di Pulau Papua khususnya di kota terujung sebelah timur Indonesia ini. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh kurangnya akses transportasi ke daerah terujung timur Indonesia ini.